Domingus
N. Misa, PNS yang menjabat sebagai Bendahara Badan Perpustakaan dan
Kearsipan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, nekat
mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di ruang kerjanya Senin,
(22/8) sekira pukul 06:30 Wita.
Domingus adalah warga Rt06/Rw 03, Kelurahan Nonohohis, Kecamatan Kota SoE.
Korban yang meninggalkan surat wasiat, yang isinya menguraikan alasan ia
nekat menggantung dirinya. Disebutkan, dia merasa ditekan oleh pimpinan
dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang bendahara.
Dalam surat wasiatnya itu korban menguraikan jika ia tidak mampu
mengerjakan SPJ, sehingga minta untuk mengundurkan diri. Dia meminta
agar jabatanya diganti oleh orang lain yang lebih mampu, namun ia
disarankan untuk tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
seorang bendaraha dan akan dibantu oleh orang lain yang akan ditunjuk
pimpinan.
“Dari awal saya sudah kasi tau kepada pimpinan bahwa saya tidak mampu,
karena untuk membuat SPJ saja saya harus buka kembali SPJ tahun-tahun
sebelumnya. Hanya beliau bilang itu sudah bai, jalan saja. Kami di
perpustakaan ini kemampuan terbatas semua, sehingga mereka pilih kami
yang tidak mampu untuk ini agar bisa diatur,” unkap korban dalam surat
wasiatnya yang diampil oleh pihak kepolisian di dalam ruang kerjanya.
Lebih jauh korban juga menuliskan bahwa, pada tanggal 19 Agustus ia bertemu dengan kepala badan perpustakaan dan kearsipan daerah (pengguna anggaran), Agus Benu, dengan tujuan mencairkan dan ganti uang (GU) dengan nilai Rp 73. 488. 246.
Lebih jauh korban juga menuliskan bahwa, pada tanggal 19 Agustus ia bertemu dengan kepala badan perpustakaan dan kearsipan daerah (pengguna anggaran), Agus Benu, dengan tujuan mencairkan dan ganti uang (GU) dengan nilai Rp 73. 488. 246.
Pertemuan itu untuk membagi uang GU untuk bidang pelayanan, sekretariat
dan bidang arsip. Dalam pertemuan tersebut, dituliskan bahwa kepala
badan setuju sedangkan kasubag keuangan tidak setuju sehingga ia bingung
mau ikuti perintah yang mana.
Setelah pencairan uang, bidang pelayanan tidak mengambil uang karena
dilayani tidak sesuai dengan permintaan dan mengambil uang GU hanya
bidang kearsipan hanya dengan nilai Rp 15 juta.
“Sisa uang GU ke III dan ke II ada di laci meja saya. Saya nekat untuk
gantung diri karena mekanisme kerja yang tidak baik. Setiap kali saya
minta untuk menyelesaikan segala sesuatu, tidak diindahkan pimpinan.
Setiap kali pencairan uang dan saya mau kasi ke bidang, saya minta
supaya kasubag keuangan mengetahui beliau tidak mau (kwintansi). Yang
membantu saya untuk menentukan perjalanan dinas atau perjalanan apa saja
adalah kasubag keuangan. Di saat ada uang, kasubag keuangan dekat
dengan saya. Sementara SPJ saya kerja sendiri-sendiri makanya SPJ saya
amburadul,” katanya dalam surat wasiat.
Dituliskan almarhum bahwa, pengguna anggaran dan kasubag keuangan hanya
mengutamakan perjalanan rutin yakni perjalanan dinas. Sementara
pekerjaan untuk membangun kerja sama dalam satu instansi yang baik,
tidak diperhatikan.
“DPA yang amburadul membuat saya bingung (kasubag program). Kasubag
program setiap kali ada pergeseran pada badan anggaran, beliau tidak
pernah pergi namun minta SPPD terus. Untuk diketahui bahwa, kronologi
ini ada pada SPJ saya dan kwitansi-kwitansi saya. Sekian,” tulis korban.
Security kantor Badan Kearsipan Daerah Kab TTS, Leni Benu saat dijumpai
di tempat kejadian perkara kepada wartawan mengatakan, korban mendatangi
kantor Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah sekitar pukul 05:30
Wita.
Saat tiba datang ke kantor, korban bersama istrinya Veti Nitbani dan
beberapa saat kemudian istri korban kembali. Ketika istri korban
kembali, korban memberi uang Rp 50 ribu kepada Isak Tahe yang merupakan pegawai honor pada kantor tersebut untuk membeli rokok.
Beberpa saat kemudian, korban kembali memberikan uang kepada Leni Benu untuk membeli gerengan.
“Waktu datang dengan istrinya dan kami duduk bersama, istrinya bilang lu
jangan terlalu pikiran dengan pekerjaan, kemudian kami duduk-duduk
istrinya pulang. Setelah kami kembali beli kue sudah tidak ada lagi,
mungkin beliau (korban,red) sudah naik ke ruangan di lantai dua. Jadi
saya langsung kasi panas dispenser untuk Buatkan copi makan dengan
gorengan. Kami sudah makan kami punya, sedangkan kami kasi tinggal dua
potong untuk beliau,” ujar Leni.
Korban baru diketahui tewas dengan cara menggantungkan dirinya dengan
menggunakan seutas tali rafia yang diikatkannya pada engsel pintu ruang
kerjanya.
Ketika istri korban kembali ke kantor korban guna memastikan keadaan
suaminya karena istri menduga jika korban dalam keadaan stres berat
karena beban pekerjaan yang diberikan, istri korban bertemu dengan
Hendrikus Seran di pintu kantor tersebut.
Saat itu, Hendrikus memanggil Eben Talan, pembantu bendahara,
menemaninya memanggil korban karena istrinya menunggu di lantai satu
kantor itu.
“Waktu kami sampai pada depan pintu panggil tidak ada yang menyahut,
kami tolak pintu keras. Kemudian kami maloi lewat cila pintu, kami liat
dia sudah gantung diri,” terang Hendrikus.
Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, Agus Benu menuturkan
Sabtu (20/8) korban mengirimkan SMS kepadanya dengan isi pesan ingin
bertemu untuk menyampaikan sesuatu.
Namun saat itu, ia tengah berada di Kupang mengikuti kegiatan keluarga
sehingga meminta kepada korban agar jika ingin menyampaikan sesuati,
maka bisa disampaikan pada Senin (22/8) di kantor. “Saya balas bilang
kalau mau omong apa na nanti hari Senin di kantor saja, karena sekarang
saya di Kupang,” ujar Agus.
Istri korban dan keluarga korban yang ketika mengetahui jika korban
telah tewas gantung diri di ruang kerjanya, langsung mendatangi kantor
Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah.
Nampak keluarga sangat kecewa dengan kematian korban, karena korban
sudah tidak mampu menjabat sebagai bendahara namun dipaksakan sehingga
korban akhirnya gantung diri.
Istri korban nampak tidak bisa menahan emosi, sehingga memecahkan
beberapa pot bulang yang diletakan di depan kantor tersebut. Beruntung
karena beberapa anggota kepolisian tiba sebelum keluarga mendatangi
kantor itu sehingga dapat meredam emosi keluarga korban.
Usai diidentifikasi yang dipimpin oleh Kaur Identifikasi Polres TTS, Aiptu Laurens Jehau dan olah
TKP, jasad korban langsung dibawa ke ruang instalasi pemulasaran
jenazah RSUD SoE untuk dilakukan visum et repertum oleh dr. Gerat Da
Cunha, dr. Juan Manu. Dari hasil visum yang dilakukan, diketahuimemang
korban tewas akibat murni gantung diri.
“Tidak ada tanda-tanda kekerasan baik lama ataupun baru. Korban
meninggal murni gantung diri, karena sesuai dengan ciri-ciri orang
gantung diri yaitu keluarnya air mani dari kemaluan korban,” ujar dr.
Gerat Da Cunha diamini oleh dr. Juan Manu.
Namun untuk memastikan kematian korban, memang harus dilakukan otupsi.
Namun karena keluarga menolak untuk dilakukan otopsi dan menerima
kematian korban sebagai musibah. Maka usai melakukan visum et repertum
pihak kepolisian menyerahkan janasah korban untuk dimakamkan.
“Karena keluarga tolak untuk lakukan otopsi, sehingga kami serahkan
kembali jenasah korban ke pihak keluarga untuk dimakamkan,” pungkas Laur.
[http://www.wartapgri.com]