Gadis remaja ini cuma
dapat tergolek lemah serta merintih kesakitan menahan dahsyatnya tumor ganas.
Paha kanannya jadi membesar seukuran bola basket berwarna gosong kehitaman.
Kurun waktu dekat mesti melakukan amputasi. Sang bapak yang berprofesi sebagai
kuli bangunan, saat ini tidak dapat lagi mencari nafkah lantaran mesti temani
serta menanti sepanjang penyembuhan dirumah sakit…
Mia Agustina cuma
dapat tergolek lemah menahan dahsyatnya rasa sakit di bangsal perawatan Rumah
Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat. Paha kanannya tumbuh sebesar
bola basket berwarna gosong kehitaman. Sebagian titik ada luka serta selalu
meneteskan cairan.
Mojang Cianjur berumur
16 th. ini didiagnosa menanggung derita kanker tulang ganas (osteosarcoma).
Luar biasa penderitaannya, dalam tempo tujuh bln. tumor itu tumbuh demikian
cepat jadi membesar sampai sebesar bola basket, lalu menghitam lantas muncul
sebagian luka membusuk keluarkan cairan seperti nanah.
Tak ayal, gadis yang
tengah mekar jadi remaja ini kerap merintih kesakitan sembari menyeka daging
tumornya yang keluarkan cairan dengan tissu kering.
Di kampung halamannya,
Haurwangi Cianjur Jawa Barat, Mia tumbuh normal mulai sejak lahir tidak ada
tanda-tanda kelainan apa pun. Sampai satu saat, pada bln. Januari 2016, Mia
terjatuh waktu bermain dengan rekan-rekan seusianya. Tidak ada keraguan apa
pun, Mia juga diobati oleh tukang urut.
Mulai sejak itu,
kakinya membengkak tidak kunjung kempis. Mia juga diterapi di klinik
penyembuhan alternatif, namun kakinya selalu membesar.
Lantaran pahanya
selalu membesar, jadi Mia juga dilarikan ke RSUD Cianjur. Mia didiagnosa
menanggung derita kanker tulang, namun dengan alasan keterbatasan alat, Mia
juga dirujuk ke RSHS Bandung.
“Awalnya mah jatuh
dari pohon, biasalah anak anak kerap main-main, habis itu di bawa ke tukang
urut, juga pernah penyembuhan alternatif, namun kakinya makin besar lebih
membengkak, ”
“Kapungkur mah kantos
di canak ka RSUD Cianjur oge, mung pihak RSUD teu tiasa ngalajeungkeun
penyembuhan karena sarana minim sareung teu aya tenaga medis, dirujuk we ka
RSHS Bandung, ” tutur Agus Ceper, sang bapak pada Relawan IDC yang membezuknya
di RSHS Bandung, Ahad (7/8/2016).
(Dahulu Mia
dibawa ke RSUD Cianjur, tetapi pihak RSUD tak dapat meneruskan penyembuhan
karena sarana yang minim serta tak ada tenaga medis. Kemudian dirujuk ke RSHS
Bandung.)
Di RSHS awalannya Mia
melakukan rawat jalan dengan cara teratur. Untuk rawat jalan ini, Agus mesti
mengusahakan transport dari Cianjur ke Bandung dengan ambulan setempat.
Lantaran keadaan kaki Mia makin jadi membesar serta tidak kuat dengan cost
transport, Agus memohon supaya anaknya dirawat inap saja dirumah sakit.
“Setelah demikian kali
bolak balik ke RSHS bengkak dipaha Mia semakin membesar sampai melebihi kepala
manusia. Serta saya ngotot supaya Mia dirawat saja, baru pihak RS memberi
perlakuan kemo, ” paparnya.
Sesudah melakukan
kemoterapi, menurut dokter spesialis yang mengatasi, kaki Mia mesti diamputasi,
namun menanti perubahan setelah itu.
Hingga sekarang ini
biaya rumah sakit ditanggung BPJS, tetapi ada banyak biaya yang perlu
diusahakan sendiri, umpamanya : pampers, transport wira-wiri, sewa ambulan,
biaya hidup sepanjang menanti dirumah sakit, dan sebagainya yg tidak dijamin
BPJS.
Waktu dikunjungi
Relawan IDC, Mia baru melakukan kemoterapi. Badannya tampak kurus serta terasa
panas dalam hingga mesti dikipas-kipas
dengan kipas angin oleh sang bapak. Terbaring
di samping sang bapak, Mia tergolek lemas, tampak kepayahan menahan dahsyatnya
rasa sakit. Berkali-kali ia meringis kesakitan sambil menyeka tonjolan kanker
di pahanya yang mulai keluarkan cairan seperti nanah.
“Pegel, nyeriiii serta
sakiiit Pak, ” katanya lirih pada Relawan IDC.
Dahsyatnya rasa sakit
yang terkena, tidak bikin Mia putus harapan. Ia tetaplah mengharapkan serta
optimis dapat pulih. “Sakiiit… saya menginginkan selekasnya pulih Pak, ”
katanya singkat.
Walau dililit
terbatasnya ekonomi, Agus Ceper (46) tetaplah setia temani putri semata
wayangnya berobat mengusahakan kesembuhan.
Agus Ceper, sang
bapak, terasa berat dengan ujian yang menerpa anaknya, karena keadaan
ekonominya begitu susah. Dengan profesi sebagai kuli bangunan, upahnya tidak
dapat diharap banyak untuk cost penyembuhan anaknya.
Terlebih, sepanjang
menjaga putrinya, Agus tak dapat lagi mencari nafkah. Oleh karenanya ia begitu
mengharapkan pertolongan dari golongan muslimin.
Untuk mengurangi beban
musibah Mia Agustina yang tengah berjuang hidup mati melawan tumor ganas, IDC
menyerahkan pertolongan awal sebesar Rp 3. 500. 000, - (tiga juta lima ratus
ribu rupiah) dari program Infaq Darurat.
…Ujian yang mereka
yaitu beban kita juga, lantaran persaudaraan tiap-tiap Muslim seperti satu
badan. Bila satu anggota badan sakit, jadi anggota badan yang lain rasakan
kesakitan juga
[infomoeslim.com]